Rabu, 30 Juli 2008

.:: Dua Tokoh Kritis Meninggal Tepat 100 Tahun Kebangkitan Nasional


Ali Sadikin
Indonesia kehilangan dua tokoh nasional yang kritis meski di usia tuanya tepat 100 tahun Kebangkitan Nasional. Ali Sadikin meninggal di Singapura sekitar pukul 17.30 WIB dan SK Trimurti di RSPAD Gatot Subroto pukul 18.30 WIB. Ali Sadikin wafat di usia 82 tahun sedangkan SK Trimurti pada usia 96 tahun. Ali Sadikin lahir di Sumedang, Jawa Barat 7 Juli 1927. Ia menjabat Gubernur DKI Jakarta dari tahun 1966 hingga 1977. Ia menjadi Gubernur DKI Jakarta ke-7 menggantikan Soemarmo. Bang Ali kemudian diganti oleh Tjokropranolo.Selama menjabat Gubernur, Ali Sadikin sangat berjasa membangun Ibukota Negara seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas, jujur, bersih, dan sederhana. Ia juga pernah menjabat Deputi Kepala Staf TNI-AL dan Menteri Perhubungan Laut.Sementara Sk Trimurti yang memiliki nama lengkap Surastri Karma Trimurti lahir di Boyolali, Jawa Tengah tanggal 11 Mei tahun 1912. Ia adalah istri Mohammad Ibnu Sayuti atau dikenal sebagai Sayuti Melik, pengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan RI.

SK Trimurti juga salah satu tokoh pers yang mendapat sebutan wartawan tiga zaman. Ia aktif menulis sejak zaman penjajahan Belanda, saat pemerintahan Orde Lama, dan Orde Baru.Surastri diangkat sebagai Menteri Perburuhan di tengah perang kemerdekaan, ketika Ibu Kota masih di Yogyakarta. Saat itu dia pemimpin Partai Buruh. Ia pernah menjabat Pengurus Besar (PB) Persatuan Marhaeini Indonesia, PB Gerakan Rakyat Indonesia, PB Partai Buruh Indonesia dan juga PB Gabungan Serikat Buruh Partikelir Indonesia. Di masa perang kemerdekaan anggota KNIP, di zaman Orla anggota Dewan Nasional, di zaman Orba anggota MPRS. Surastri juga pernah menjabat anggota Dewan Harian Nasional Angkatan 45 dan juga terjun di Yayasan Tenaga Kerja Indonesia. Ali Sadikin dan SK Trimurti juga sama-sama tokoh Petisi 50 yang aktif mengkritisi kebijakan pemerintah sejak zaman Orde Baru. Petisi 50 yang dicetuskan sejak tahun 1980 terus aktif memberikan kritik kepada pemerintah di masa reformasi sampai sekarang.


.:: Pergelaran Akbar Tandai 100 Tahun Kebangkitan Nasional

 Sebuah pergelaran akbar dan kolosal akan dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2008, pukul 19.00-21.30 WIB dalam rangka memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia. Acara ini melibatkan tiga puluh ribu pendukung acara dari seluruh penjuru tanah air. Pagelaran ditata sebagai rangkaian cerita yang menjadi cermin wajah Indonesia yang optimis. Mulai dari menggugah kesadaran berbangsa, Nasionalisme melalui simbol Bendera dan juga lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tujuan pagelaran adalah mengingatkan kembali akan jati diri kita sebagai bangsa yang besar. Bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, bahasa, dan agama bersatu dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain ditampilkan rangkaian kesenian dari Sabang sampai Merauke yang berpadu dalam Harmoni Nusantara, disajikan pula atraksi langsung dari TNI, Polri, dan ribuan pendekar Pencak Silat. Inilah simbol dari komitmen TNI, Polri dan masyarakat untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan ratusan penari yang tampil akan menyuguhkan komposisi yang menggambarkan ikrar anak bangsa untuk Belajar, Bekerja, dan Berjuang.

100 tahun Kebangkitan Nasional mengingatkan kembali bahwa bangsa ini pernah bangkit untuk menjadi bangsa yang merdeka. 100 tahun Kebangkitan Nasional juga menjadi titik tonggak bangkitnya bangsa Indonesia untuk bergerak menuju bangsa yang maju. Presiden Republik Indonesia akan mencanangkan program Kebangkitan Indonesia selama 1 tahun (20 Mei 2008 20 Mei 2009) dengan slogan Indonesia Bisa!

Kamis, 24 Juli 2008

.:: Pemkot Cirebon Serahkan Bantuan Pada Hari Kebangkitan Nasional

saat penyerahan

Pemkot Cirebon menyerahkan bantuan sarana peribadatan dan Bantuan Modal Usaha Bergulir UUPPKS Tahun 2008, Rabu (21/5), pada upacara peringatan 100 tahun hari kebangkitan nasional di Alun-alun Kejaksaan.

Bantuan sarana peribadatan diserahkan secara simbolis oleh H. Sunaryo HW, Wakil Walikota Cirebon, kepada Masjid Al-Iklas Kelurahan Karyamulya Kecamatan Kesambi, Pondok Pesantren Sabilul Mutaqien Benda Kerep Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti, dan kepada Musholla Daarut Taubah Kelurahan Panjunan Kecamatan Lemahwungkuk. Selain itu, bantuan juga diserahkan kepada 4 kelompok usaha peningkatan pendapatan Keluarga Sejahtera di Kota Cirebon, yaitu kelompok Melati RW 01 Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Harjamukti, Kelompok Mawar RW 06 Kelurahan Kesambi Kecamatan Kesambi, Kelompok Mangga RW 08 Kelurahan Pekalangan Kecamatan Pekalipan dan Kelompok Anggrek RW 03 Kelurahan Kesenden Kecamatan Kejaksan.

Sebelumnya, pada peringatan hari pendidikan nasional, Jum'at (2/5), Walikota Cirebon menyerahkan bantuan sembako kepada Nandang (penjaga SD Karanganyar), alat tulis serta sepatu kepada Larasati (SD Pesisir Baru), dan obat cacing kepada 20 pelajar Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Baru I.

Selain itu, Walikota juga menyerahkan piagam penghargaan dalam rangka Hardiknas tahun 2008 kepada Dra. Hj. Munyati, MM penghargaan atas pengabdian/jasa sebagai pengawas sekolah berprestasi, Drs. Ferry Supeno penghargaan sebagai Kepala Sekolah Rintisan SBI dan Pengembangan MBS, H. Elang Tomy Iplaludin, SPd Juara I UPI Award Tingkat Nasional Kategori Guru Pendidikan Seni Tari, Kevint Valiant Kostaman Juara I Cabang Olah Raga Renang Tingkat Nasional, Drs. Alan Karlan Juara I Pengawas TK/SD berprestasi Tingkat Kota Cirebon Tahun 2008, Hj. Suciati SPd , Juara I Kepala Sekolah SMP Berprestasi, Drs. H. Sugihartono Juara I Kepala Sekolah SMK berprestasi, LPK GET Juara I Kursus Bahasa Inggris.

Acara ditutup dengan bersama-sama memainkan alat musik angklung. (Lida, Sumber: Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Cirebon)

Rabu, 16 Juli 2008

100 tahun kebangkitan nasional






Sejarah Singkat Boedi Oetomo

Bangsa Indonesia, yang dijajah oleh Belanda, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.

Politik ini jelas terlihat pada gambaran berikut:

Pengajaran sangat kurang, bahkan setelah menjajah selama 250 tahun tepatnya pada 1850 Belanda mulai memberikan anggaran untuk anak-anak Indonesia, itupun sangat kecil.
Pendidikan yang disediakan tidak banyak, bahkan pengajaran tersebut hanya ditujukan untuk menciptakan tenaga yang bisa baca tulis dan untuk keperluan perusahaan saja.
Keadaan yang sangat buruk ini membuat dr. Wahidin Soedirohoesodo yang mula-mula berjuang melalui surat kabar Retnodhumilah, menyerukan pada golongan priyayi Bumiputera untuk membentuk dana pendidikan. Namun usaha tersebut belum membuahkan hasil, sehingga dr. Wahidin Soedirohoesodo harus terjung ke lapangan dengan berceramah langsung.

Berdirinya Boedi Oetomo

Dengan R. Soetomo sebagai motor, timbul niat di kalangan pelajar STOVIA di Jakarta untuk mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa.

Langkah pertama yang dilakukan Soetomo dan beberapa temannya ialah mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan dengan murid-murid di kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Magelang.

Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 1908 pukul 9 pagi, Soetomo dan kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah anatomi. Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak, mereka sepakat memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru saja mereka resmikan berdirinya.

“Boedi” artinya perangai atau tabiat sedangkan “Oetomo” berarti baik atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.